DI balik peran seperti itu, selama ini kitab kuning hanya dianggap sebagai sumber acuan pembelajaran. Faktanya, anggapan itu tidalah selalu benar. Terbukti ada sebuah kitab yang lahir dalam rangka menjawab problematika sosial, yaitu kitab “Panyirèp Gemuruh” karya KH. Abdul Wahab Chasbullah.
manuskrip Islam Jawa
Al-Ḥaqībah: Kumpulan Mantra Pesantren KH. Bisri Musthofa
Karena itu, di samping melakukan ikhtiar, manusia Jawa juga berusaha mengakses dunia ghaib tersebut dalam memenuhi kebutuhan atau menyelasikan suatu permasalahan.
Sayangnya, upaya mengakses dunia ghaib tidaklah bisa dilakukan olah sembarang orang. Diperlukan adanya suatu perantara untuk menuju ke sana. Perantara itu bisa berupa doa, sesaji, jimat, mantra, rajah dan lain-lain (Dwiatmojo: 2018: 76). Tak hanya itu, tiarakat pun juga sering dilakukan guna membuka pintu dunia ghaib itu.
Kitab Syi’iran Naṣīḥāt KHR. Asnawi: Aku Islam, Aku Jawa, Aku Indonesia
K.H.R. Asnawi lahir di Damaran, sebuah wilayah di belakang menara Kudus, pada tahun 1861 M. Beliau merupakan keturunan ke-5 dari KH. Mutamakin, sekaligus keturunan ke-14 dari Sunan Kudus. Oleh sebab itulah, gelar ‘Raden’ disematkan pada namanya (Mas’ud, 2004: 20).
Waṣāyā Al-Abā’ li Al-Abnā’ Karya KH. Bisri Musthofa
![Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []](http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/wp-content/uploads/sites/104/2018/04/HERU-NEW-300x300.jpg)
Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []
Istilah kitab kuning merupakan sesuatu yang khas Indonesia. Kata kitab merupakan sebutan untuk buku-buku yang ditulis dengan bahasa Arab. Disebut kuning karena mengacu pada kertas buku yang dibawa dari Timur Tengah, yang kebetulan saat itu berwarna kuning (Bruinessen, 1990: 146).
Di Nusantara, keberadaan kitab kuning menjadi salah satu unsur terpenting dalam pendidikan pesantren. Hal ini dikarenakan, kitab kuning dijadikan sebagai acuan dalam proses pembelajaran. Kebanyakan kitab yang digunakan adalah karya ulama abad pertengahan /Abad 12-17 (Dhofir, 1982: 138).
Kitab Aṣ-Ṣawā’iq Al-Muḥriqah dan Marwah Ulama Nusantara
![Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []](http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/wp-content/uploads/sites/104/2018/04/HERU-NEW-300x300.jpg)
Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []
Syekh Mukhtar adalah ulama asli Indonesia kelahiran Bogor, Kamis 14 Sya’ban 1278 H, bertepatan dengan 14 Februari 1862 M (Aizid, 2016: 320). Nama kecil beliau adalah Raden Muhammad Mukhtar bin Raden ‘Atharid. Ayah beliau, Raden Aria Natanegara atau lebih dikenal dengan Kiai ‘Atharid, adalah putra Raden Wira Tanu Datar VI.
Tārīkh al-Auliā’ [5]: Keruntuhan Majapahit, Pemberontakan atau Penyelamatan?
![Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []](http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/wp-content/uploads/sites/104/2018/04/HERU-NEW-300x300.jpg)
Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []
Jika ditinjau lebih lanjut, informasi itu tentu berseberangan dengan bukti-bukti sejarah, setidaknya versi Poesponegoro dan Notosusanto.
Prasasti-prasati dari tahun 1486 telah memberikan kesaksian tentang masih adanya kekuasaan kerajaan Majapahit. Raja yang berkuasa kala itu adalah Dyah Ranawijaya yang bergelar Girīndrawarddhana. Begitu juga, berita Cina dari dinasti Ming (1368-1643) masih merekam adanya hubungan diplomatik antara Cina dengan Jawa (Majapahit) pada tahun 1499.
Tārīkh al-Auliā’ [4]: Menepis Prasangka Hurgronje tentang Islamisasi
![Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []](http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/wp-content/uploads/sites/104/2018/04/HERU-NEW-300x300.jpg)
Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []
Pada prinsipnya, teori tersebut menyatakan bahwa proses Islamisasi di Indonesia berlangsung sejak abad 13 Masehi. Proses Islamisasi berlangsung tanpa campur tangan kekuasaan Negara dan sentuhan kelompok intelektual. Islamisasi di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau lainnya semata-mata merupakan usaha dari para saudagar dan pedagang dari negara-negara di kawasan India. Inilah yang menjadikan kelompok muslim Nusantara ditetapkan sebagai bangsa rendahan secara intelektual.
Tārīkh al-Auliā’ [3]: Leluhur Para Wali, Antara Nasab dan Ngunduh Wohing Pakerti
![Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []](http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/wp-content/uploads/sites/104/2018/04/HERU-NEW-300x300.jpg)
Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []
Itulah salah satu falsafah hidup orang Jawa. Mereka menyakini bahwa setiap perbuatan pasti ada balasannya. “Ngunduh Wohing Pakerti”. Begitulah orang Jawa menyebutnya. Balasan dari perbuatan itu tak selalu diterima oleh pelakunya, tapi bisa saja diterima oleh oleh anak-cucunya, seperti kisah para Wali tanah Jawa.
Tārīkh al-Auliā’ [2]: Garis Keturunan dan Penafsiran
![Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []](http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/wp-content/uploads/sites/104/2018/04/HERU-NEW-300x300.jpg)
Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []
Begitulah Akhol Firdaus memaparkan pendapatnya tentang penyelenggaraan kekuasaan di Jawa dalam “Titisan Wisnu”.
Pandangan semacam itu tampaknya masih berlaku, bahkan saat di Jawa telah muncul kerajaan Islam. Para raja dan penyebar agama, selalu menegaskan diri sebagai keturunan orang suci. Tak hanya dewa, seringkali garis keturunannya dipertemukan dengan para Nabi. Secara implisit, kitab Tārīkh al-Auliā’ memberi penggambaran semua ini.
Tārīkh al-Auliā’: Serpihan Kisah Wali Sanga dan Sejarah Indonesia
![Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []](http://blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/wp-content/uploads/sites/104/2018/04/HERU-NEW-300x300.jpg)
Heru Setiawan [] Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Tulungagung; staf di Departemen Manuskrip Islam-Jawa, IJIR []
Kitab itu ditulis oleh Kiai Bisri Musthofa, Rembang, Jawa Tengah kurang lebih 66 tahun lalu. Tertulis di bagian akhir kitab tanggal 12 Rabiul Awal 1372 H, bertepatan dengan tanggal 19 November 1952 M. Adapaun latar belakang penulisan kitab itu, dapat kita simak sebagai berikut:
Recent Comments